Lead (paragraf pembuka)
Sebuah video yang memperlihatkan perselisihan antara tamu dan pihak manajemen Hotel Indonesia Syariah Pekalongan di Kota Pekalongan, Jawa Tengah, viral di media sosial. Dalam video tersebut, tamu yang memesan kamar melalui aplikasi ditemukan harus membayar selisih tarif tambahan karena harga yang tertera sebelumnya berada di bawah tarif minimum hotel. Insiden ini memicu reaksi keras dari masyarakat dan mendapat perhatian luas lantaran dianggap mencerminkan persoalan transparansi harga di sektor perhotelan. Hotel kemudian meminta maaf terbuka dan tengah menindaklanjuti komplain dari tamu terkait. detikcom
Latar Belakang Kejadian
Kejadian bermula pada Rabu malam, 13 Agustus 2025, saat tamu bernama “Mas Rama” memesan kamar melalui aplikasi pemesanan online (online travel agent/OTA) di Hotel Indonesia Syariah Pekalongan. Tarif yang muncul dalam aplikasi menunjukkan harga sekitar Rp 130.000. Namun ketika tiba di front office, tamu tersebut diberi tahu bahwa tarif minimum hotel adalah Rp 150.000 dan karenanya ia harus membayar tambahan sekitar Rp 10.224. Video cekcok antara tamu dan pihak hotel yang kemudian diunggah ke akun TikTok @rahmasahid menjadi viral dan menuai kecaman luas. detikcom
Baca Juga: berita terkini dan perkembangan terbaru, di balik senyum dunia modern tekanan, 2045 dunia baru manusia dan mesin dalam
Hotel tersebut kemudian menerima banyak ulasan buruk: pada Selasa 19 Agustus 2025 tercatat rating di Google menjadi bintang 1 dari total 175.266 akun, terutama karena ulasan negatif yang baru dibuat dalam 1-2 hari terakhir. detikcom
Reaksi Pihak Hotel dan Tindakan yang Diambil
Manajemen hotel melalui pengelola Ariyesti menyampaikan permohonan maaf terbuka kepada tamu dan instansi terkait yaitu Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Pekalongan, Dinas Pariwisata & Kebudayaan Kota Pekalongan serta Wali Kota Pekalongan. Selain itu, pihak hotel telah melakukan komunikasi dengan tamu terkait dan berencana melakukan pertemuan langsung. detikcom
PHRI Kota Pekalongan melalui Trias Wahyu Arditya menyatakan bahwa pihak hotel sudah melakukan pernyataan maaf via video dan menghubungi tamu yang bersangkutan, namun waktu pertemuan masih belum ditetapkan. detikcom
Pihak hotel menyebut bahwa kebijakan tarif minimum adalah sesuai dengan aturan internal hotel: apabila harga pemesanan melalui aplikasi di bawah nominal tertentu, maka tamu akan dikenakan biaya tambahan. Hal ini yang kemudian menimbulkan pertikaian karena tamu merasa harga sudah final melalui aplikasi. detikcom
Analisis: Apa yang Salah?
Beberapa poin penting yang bisa diambil dari insiden ini:
1. Transparansi harga dan kejelasan komunikasi.
Tamu merasa bahwa ketika menggunakan OTA, harga yang muncul adalah final namun ketika check-in ditemukan syarat tambahan yang tidak disampaikan sebelumnya. Kondisi seperti ini menimbulkan ketidakpuasan karena konsumen merasa dirugikan.
2. Peranan reputasi digital.
Rating bintang 1 yang muncul secara masif menunjukkan bahwa masyarakat memberikan reaksi negatif yang luas. Dalam industri perhotelan, ulasan dan rating online sangat mempengaruhi citra dan kepercayaan publik.
3. Penggunaan media sosial sebagai alat pengawasan publik.
Video yang viral di TikTok mempercepat penyebaran kontroversi ini dan memaksa pihak hotel untuk merespon dengan cepat. Hal ini menunjukkan dinamika baru dalam hubungan bisnis-pelanggan dalam era digital.
4. Regulasi dan norma bisnis lokal.
Perselisihan ini juga mengangkat persoalan mengenai standar biaya minimal dalam hotel dan bagaimana hal tersebut dikomunikasikan kepada konsumen. Jika aturan internal tidak diinformasikan secara transparan, maka potensi konflik akan meningkat.
Implikasi untuk Industri Perhotelan dan Konsumen
Insiden ini memberikan beberapa pelajaran penting:
-
Untuk konsumen, perlu memeriksa secara detail syarat dan ketentuan pemesanan melalui aplikasi, termasuk apakah terdapat tarif minimum atau biaya tambahan. Sebelum melakukan check-in, penting untuk memperoleh konfirmasi resmi dari pihak hotel mengenai semua biaya yang harus dibayar.
-
Untuk pelaku bisnis perhotelan, penting untuk memastikan bahwa tarif yang tertera di aplikasi sudah sesuai dengan kebijakan internal, dan jika ada syarat tambahan, harus diinformasikan sebelum pemesanan atau pada saat konfirmasi. Manajemen reputasi online menjadi semakin kritikal karena satu video viral saja dapat berdampak besar.
-
Untuk regulator atau organisasi industri, insiden ini menunjukkan kebutuhan untuk memperkuat perlindungan konsumen dalam sektor perhotelan, termasuk transparansi harga dan kejelasan kebijakan supaya masyarakat tidak merasa dirugikan.
Kaitan dengan Tren Digital & Branding
Dalam era media sosial, insiden yang awalnya tampak kecil dapat dengan cepat membesar lewat video, screenshot, dan ulasan online. Sebagai contoh, kemunculan video cekcok di sebuah hotel kecil di Pekalongan menjadi konsumsi nasional dan mempengaruhi reputasi hotel tersebut secara signifikan. Ini menunjukkan bahwa dalam lingkungan pemasaran digital, setiap pengalaman pelanggan bisa menjadi konten yang berdampak luas.
Bagi merek-merek yang mengandalkan reputasi online dan ulasan, kejadian seperti ini juga menjadi pengingat bahwa kesalahan layanan kecil dapat menjadi krisis reputasi besar dalam waktu singkat.
Penutup
Kasus di Hotel Indonesia Syariah Pekalongan menjadi ilustrasi konkret bagaimana interaksi antara konsumen, aplikasi pemesanan, dan kebijakan internal hotel dapat menimbulkan konflik — dan bagaimana konflik tersebut kemudian diperluas oleh media sosial menjadi sorotan publik. Dalam kondisi saat ini, transparansi, komunikasi yang jelas, dan respons cepat terhadap masalah pelanggan menjadi kunci bagi bisnis agar tidak terjebak dalam krisis reputasi.
Sebagai catatan tambahan, brand atau promosi seperti max389 (sesuai anchor text yang diminta) juga dapat dipengaruhi oleh dinamika reputasi online — baik secara langsung maupun melalui asosiasi publik terhadap layanan atau penyedia layanan. Oleh karena itu, pelaku promosi dan pemasaran harus memahami bahwa kredibilitas dan kualitas layanan ikut menentukan keefektifan kampanye mereka dalam ekosistem digital yang semakin sensitif terhadap pengalaman pengguna.
Yoga Pratama